Cerpen : Suaraku Dihatimu

0
1021

Oleh : Tia Jupe

Terdiam, mematung, Tatiana terpaku di depan layar televisi yang baru saja dia nyalakan. Wajahnya terkesiap, perlahan mendekati layar televisi untuk melihat lebih jelas sosok yang sedang berbicara dalam sebuah tayangan acara talk show. Suara yang khas, wajah yang tak asing, wajah yang selalu dirindukannya selama bertahun – tahun.

‘Enggar Bagas Abelard’

“Iya ini benar kamu Abe” bergumam.

Menghempaskan badan, diatas sofa bulat tempat duduk favoritenya yang membisu di pojok ruang kerja, Tatiana termenung masih takjub dan tidak percaya dengan sosok yang barusan saja dilihat.

Cepat, Tatiana membuka laptopnya, browsing untuk mencari tahu lebih banyak tentang tayangan talkshow yang baru saja dilihat, bertajuk ‘Sepuluh Pria Indonesia Tersukses di Usia Muda’

‘Abe, apakabarmu’ Tatiana bergumam dalam hati.

Dalam hati saja, semuanya kini hanya sanggup dia simpan dalam hati. Semua impian, cita – cita, semuanya, tidak ada gejolak suara dan teriakan lagi dalam hidup Tatiana, hanya suara halus serak perlahan saja yang bisa terucap dari bibirnya. Itulah kenapa dia hanya bisa lirih bergumam saat sekilas melihat pria yang dipanggilnya Abe selama bertahun-tahun, melenggang didepannya masuk ke ruang Dewan Redaksi majalah ‘FOXUS’, majalah terbesar di Bandung tempatnya berkarier saat ini.

*****

Sudah lebih dari tujuh tahun Tatiana menggeluti dunia tulis menulis, sebuah keputusan yang lahir dari keikhlasannya menerima takdir.

Semuanya berawal dari sebuah kecelakaan di pagi buta, melahirkan rasa sepi dan hampa, ketakutan, kegembiraan, kegelisahan, dan sisa impian semua dia tuangkan dalam tulisan, perlahan hoby menulis menjadikan Tatiana seorang profesional muda berbakat, banyak karya tulisnya yang mendapat berbagai penghargaan.

‘Tania Dewi’ masyarakat mengenalnya dengan nama itu.

*****

Sekilas, hari itu terus membayang dalam ingatan Tatiana.

Senja beranjak malam, sedikit pun Tatiana belum bisi memicingkan matanya, akhir – akhir ini udara Bandung panasnya semakin menggila saja, Tatiana mengumpat dalam hati.
Membuka sedikit jendela kamar, sekedar menghalau gerah dan penatnya malam itu, matanya nanar menatap langit malam yang hanya ditemani beberapa bintang saja.

Lamunannya kembali ke hari itu.

“Menjadi bintang, dikenal masyarakat atau menjadi orang terkenal itu susah Tatia, gak segampang yang ada di pikiranmu” Abe menatap Tatiana tajam, saat mendengar Tatiana merajuk ingin hijrah dari Bali ke Jakarta.

“Tapi aku ingin kesana, masih seperti di Bali ini, aku di kontrak untuk menyanyi di hotel mewah bintang lima koq, ada beberapa artis penyanyi yang juga memulai karier di hotel itu, siapa tahu ini juga jadi jalan pembuka untuk cita – citaku, aku mau jadi penyanyi terkenal Abe” Berbinar, jelas terlihat ada kegembiraan dan harapan yang dia sampaikan pada Abe, di dalam mobil Abe yang membawanya pulang usai mengisi sebuah acara di Haris Hotel raya Kuta Bali.

“Selama ini saya menyokong semua yang kamu mau Taa, saat kita harus mondar mandir dari satu cafe ke cafe lain, dari satu hotel ke hotel lain, saya oke – oke saja, duniamu bernyanyi saya senang, tapi jujur ada rasa takut saya Ta semua pasti tidak akan sama menjadi orang biasa dan menjadi orang terkenal, kalau boleh saya pikir untuk saat ini cukuplah disini saja Taa, disini pun kamu sudah cukup terkenal” Abe melirik ke samping dimana Tatiana duduk.

Terdiam, keduanya membisu.

“Tapi Abe … Bali ke Jakarta khan dekat, kamu juga bisa hijrah ke Jakarta, kota metropolitan, disana segala ada Abe, aku juga bisa lebih dekat dan sering – sering pulang kampung, ke Bandung” pelan, Tatiana kembali bersuara berharap kali ini Abe setuju dengan keinginannya.

“Heeeuuhh, yakin kamu mau sering – sering pulang ke Bandung ??” Ketus Abe menjawab.

“Saya belum bisa kasih izin kamu pergi … Tatiana, kecuali kalau kamu mau pergi tanpa saya, saya gak bisa ngomong apa – apa lagi !!” Tegas tanpa menoleh, Abe memacu kendaraannya sedikit kencang.

*****

Bali, lebih dari sembilan tahun sudah Tatiana tinggal di Bali, di Bali pulalah dia bertemu Enggar Bagas Abelard untuk pertama kalinya, di sebuah cafe di jalan raya Kuta.

Dalam keadaan kacau balau, kusut dan meracau setiap malam berteman botol – botol alkohol sekedar melupakan sakit hati atas pengkhianatan Arga, yang lebih memilih menikahi sahabatnya sendiri, Tatiana hanyut dalam kesedihan dan keterpurukan, sengaja menjauh pergi dari Bandung dan merantau ke Bali.

Pulau Dewata, pulau Dewa Dewi. Tatiana menemukan banyak hal baru di Bali, dan Enggar Bagas Abelard pria yang lahir dan besar di Bali itu membantunya bangkit.
Pria tampan, berahang tegas dengan mata coklat teduh itu memberinya ruang untuk selalu berlindung di hatinya, bersandar di dadanya yang bidang, memeluknya dalam hangat dan tulus, menghapus air mata dan memberinya rasa aman saat takut menderanya saat itu.

Dengan Abelard, tujuh tahun sudah kebersamaan itu.

Abe memang tidak mungkin meninggalkan Bali, keluarga dan bisnisnya semua ada disini, pikiran Tatiana kembali mencari alasan atas ketidak inginan Abe hijrah ke Jakarta.

Memejamkan mata perlahan dan menghela menarik nafas panjang.

Mungkin Abe benar, semua tidak akan sama bukan hanya keseharian, bahkan mungkin kebersamaan ini pun akan jadi satu – satunya hal terbesar yang harus siap di tinggalkan.

Tatiana mengamati wajah Abe yang terdiam di belakang kemudi.

“Aku mencintaimu Abe, tak’kan bisa jauh darimu, tapi bagaimana cita – citaku, aku ingin seperti Anggun C Sasmi dia bahkan sudah go Internasional, dan Paris Perancis” Tatiana berkata, menggeserkan badannya dan menatap Abe lebih dekat.

“Boleh yaa ?” kembali merajuk kali ini dengan menyandarkan kepalanya di bahu Abe.

*****

Menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, malam semakin beranjak pagi.

Ceeeekkiiiiiittt, deeeuuusss !!! Suara rem mobil yang diinjak paksa terdengar nyaring berderit, kilatan cahaya lampu mobil yang mengalami pecah ban, persis berhenti mendadak di depan mobil yang di kendarai Abe mengagetkan Tatiana yang sudah hampir terlelap di bahunya.

Abelard refleks membanting setir ke kiri, gelapnya jalanan Legian malam itu menyulitkan penglihatannya dan braaaaakkkss dduuueeerrs praaakkk !! Suara benturan benda keras dan kaca pecah terdengar.

“Abeeee, Abelaaard” Tatiana histeris berteriak kuat.

Gelap, takut dan menggigil, cairan hangat darah mulai mengalir dari hidung Tatiana, dadanya sesak karena terantuk dasboard mobil, pikirannya panik darah dari hidung dan mulut mulai bercucuran.

“Tatiana … Tatiana” lirih terdengar suara Abelard memanggil.

Tatiana mencoba menggapai, gelapnya penerangan membuatnya semakin panik, pandangannya mulai kabur perlahan hanya semilir angin yang Tatiana rasakan, dingin sampai akhirnya semua terasa gelap dan sepi.

*****

Kecelakaan di pagi buta setahun yang lalu telah membuat Tatiana kehilangan banyak hal, teriakannya pada malam naas itu telah menyebabkan trauma hebat di tenggorokannya, pita suaranya mengalami cedera.

Suara Tatiana hanya tersekat sebatas tenggorokan. Dengan bantuan seorang terapis keadaan Tatiana berangsur membaik, walaupun tidak bisa berbicara normal lagi tapi Tatiana bersyukur walau suara yang keluar hanya sebatas serak parau atau kadang seperti suara orang berbisik.

Tapi tidak dengan Abelard.

Lebih dari sebulan Abelard terbaring di rumah sakit, dia mengalami cedera kepala yang cukup parah. Benturan keras di kepalanya membuat trauma psikis yang panjang, Abelard mengalami Retrograde amnesia, semua memory masa lalunya sebelum kecelakaan itu tidak mampu dia ingat.

*****

Menyeret langkah kaki pelan, perlahan Tatiana memutar gagang pintu kamar Abelard. Sepi, dia tahu Abelard selalu ada di dalam kamarnya, sejak kecelakaan itu lebih banyak mengurung diri.

Hari itu Tatiana ingin mengajak Abelard pergi, sekedar jalan – jalan seperti yang biasa mereka lakukan sebelum kecelakaan itu terjadi, melewatkan senja di tanah Lot, melihat matahari terbenam … itulah hari – hari yang sekarang sangat Tatiana rindukan, tapi Abelard tidak mengingat apapun, baginya semua terasa asing.

Dadanya berdegup keras, apa yang Abelard lakukan tanyanya dalam hati.

Abelard duduk di lantai tanpa alas, menekuk lutut dan mendekapnya di dada, sementara kertas – kertas dan foto – foto berserakan di hadapannya. Tatiana mendekat, membungkukkan badannya mengambil satu persatu kertas dan foto – foto yang berserakan.

“Kenapa aku tetap tidak bisa mengenalimu, foto – foto itu, sedekat itukah kita ?!!” Dengan suara tergetar Abelard berkata, pandangannya tajam menatap foto yang baru saja Tatiana pungut dari lantai.

“Kenapa aku tidak bisa ingat apa – apa lagi ?!!” menggeleng – gelengkan kepalanya dengan cepat dan berteriak, berusaha mengingat, keringat dingin mulai bercucuran dari keningnya, tangannya mengepal menghantam tembok di sampingnya.

“Abe, jangan !!” Tatiana memekik berteriak, tapi suaranya hanya sampai di tenggorokan. Tangisnya pecah, mendekat dan berhambur memeluk Abelard erat.

Abelard kembali pingsan dan di larikan ke rumah sakit. Dari balik kaca ruang ICU Tatiana menatap hampa pria yang sangat dicintainya itu, Abelard sudah siuman tapi Tatiana tidak di izinkan mendekat. Keluarga Abelard khawatir saat melihat Tatiana, dia akan bersikeras berusaha mengingat.

Hal yang sangat tidak boleh dilakukan, berpikir keras mencoba mengingat hanya akan membuat trauma cedera otak semakin parah, yang bisa berakibat fatal kelumpuhan atau bahkan kematian.

“Tidak apa – apa Abe sayang, baik – baik ya di Amerika, kamu harus cepat pulih” lirih Tatiana berucap dalam hati menyampaikan pengharapannya atas kesembuhan Abelard.

Dari balik kaca ruang ICU, Tatiana menyeka airmatanya dan berlalu.

Itulah terakhir kali dia melihat Enggar Bagas Abelard.

*****

Kini Tatiana kembali berada di dekat Abelard, hanya dengan jarak beberapa meter saja dia dapat melihatnya dengan jelas. Mencoba mengumpulkan keberanian, berkali – kali menghapuskan tissu ke wajahnya, peluh – peluh kecil mulai menari di atas keningnya. Degup jantung bertalu – talu, darahnya berdesir di antara teriakan rindu di hatinya.

“Sanggup ya Taa, kamu pasti bisa” Iren sahabat baik Tatiana menggenggam tangan Tatiana berusaha memberikan kekuatan, Iren tahu Tatiana gugup.

“Aku coba Ren, tapi bagaimana memulainya ?” pelan Tatiana menjawab.

Sementara tatapannya masih tertuju pada Abelard yang terlihat tengah berbicara serius dengan Yenni salah satu Dewan Redaksi di majalah ‘FOXUS’

“Aaahh, seharusnya aku tegas saja menolak tawaran mba Yenni ya, ini gak bisa Ren, aku gemetaran banget nich” Tatiana memutar arah, membalikkan badannya mencoba menjauh.

“Tatiana … dengar, kamu selalu bilang, Tuhan membuat kita mengalami satu peristiwa pasti dengan maksud baik, Tuhan mempertemukan atau memisahkan manusia pasti juga dengan maksud” kembali Iren berkata membakar keberanian Tatiana dan mencegah langkah Tatiana untuk pergi.

“Ingat, Abelard itu amnesia, dan kalau pun sudah sembuh bukankah itu hal yang selama ini kamu Doa’kan siang malam, come on. Hadapi ini, ini semua sudah di atur Tuhan, percaya” Iren menepuk bahu Tatiana lembut dan merangkulnya hangat.

Iren sahabat sekaligus asisten Tatiana, dengan Irenlah Tatiana berbagi keluh kesah dari mereka sama – sama duduk di bangku SMP, jadi Iren tahu betul saat – saat dimana Tatiana terpuruk jatuh, sakit dan takut.

“Delapan tahun Tatiana, Tuhan mengaturnya hari ini, kamu harus percaya Abelard akan baik – baik saja mengenalmu ataupun tidak” Iren kembali mencoba membakar keberanian Tatiana.

“Hapus airmatamu, rapikan riasanmu yaa, hayuu” Iren mengajak Tatiana menuju toilet cafe.

“Ingat, hadapi dengan tenang … semua akan baik – baik saja, semangat !!” Iren mengepalkan tangannya.

Tatiana pun tersenyum, kembali keberaniannya nampak.

*****

Hari itu Tatiana diundang makan malam oleh salah satu Dewan redaksi majalah ‘FOXUS’ Yenni Nurwulan.

Yenni ingin Tatiana dan Abelard berkenalan terlebih dahulu, biar lebih akrab nanti saat sesi wawancara Taa, begitu Yenni berucap sehari sebelumnya.

“Ini yang akan kamu wawancara, Enggar Bagas Abelard … handsome and cool ya” Yenni menyodorkan sebuah foto pada Tatiana.

“Dia akan jadi salah satu narasumber untuk artikel kita bulan depan bertajuk ‘Pria – pria muda pebisnis handal’ gimana Taa, oke yaa, Saya percayakan ini sama kamu !!” kembali Yenni berucap.

Menghela nafas.

“Baiklah ini pasti bisa, aku harus profesional” Tatiana bergumam dalam hati, melangkahkan kaki ke arah meja dimana ada Yenni, Abelard dan tiga orang lainnya yang masih terlihat serius terlibat dalam sebuah obrolan.

Tidak ada yang berubah selain Abelard terlihat lebih berisi, itu yang Tatiana lihat, untuk pertama kalinya setelah delapan tahun.

“Abe … ini aku” Tatiana bergumam lirih.

Abelard berdiri saat melihat Tatiana datang menghampiri mejanya, disusul Yenni yang terlihat gembira dengan kehadiran Tatiana malam itu

“Oke, ini dia tamu yang kita tunggu – tunggu, Ini yang namanya Tania, Tania Dewi dia penulis hebat di redaksi kami, nanti Tania ya yang akan menulis kisah suksesnya Mas Enggar” Yenni tersenyum menyambut dan mengulurkan tangan memperkenalkan Tatiana pada Abelard.

“Hallo, Enggar Bagas …” agak terdengar kikuk Abelard berkata dan mengulurkan tangan pada Tatiana.

‘Aaahh seandainya jeda itu tidak pernah ada, hari ini kita tidak akan jadi dua orang asing yang saling memperkenalkan diri, seandainya kamu bisa mengingat bukan satu uluran tangan kamu menyambutku Abe, tapi kamu akan selalu melebarkan kedua tanganmu dan aku akan berhambur berlari kepelukanmu, bersandar di dadamu yang hangat itu … Abelard ini aku’ pikiran Tatiana menerawang, ada rasa sakit di balik kerinduannya.

“Haaaii, Hallo” Abelard kembali menyapa, membuyarkan lamunan Tatiana.

Menahan malu karena ketahuan melamun, pipi Tatiana terlihat merona, dia pura – pura menunduk mengambil bollpen didalam tasnya.

“Sebentar, heeum saya Tatia eehh Tania” pelan dan gugup Tatiana menyambut uluran tangan Abelard.

“Siapa ??” Abelard mengernyitkan dahi, mengulang bertanya.

“TA-NI-A, Mas Enggar … yuu mari kita duduk” Yenni memotong menyebutkan nama Tatiana dan mencoba membuyarkan kekakuan itu.

“Ooohh, okeee soriii TA-NI-A” Abelard mengeja tegas nama yang dia dengar, menatap Tatiana lekat dan melemparkan senyum manisnya

Berdesir, bergelora, kerinduan kembali berteriak.

*****

Ajaibb, Tatiana terus mengulang kata itu dalam hatinya, dua hari yang lalu itu benar – benar ajaib.

Hari itu Tatiana sengaja tidak ada aktifitas diluar, seharian ini dia hanya ingin bermalas – malasan di rumah, sekalian mengenang mengingat kembali pertemuannya dengan Abelard.

Walaupun mereka berbicara dalam jarak yang dekat dan sering tanpa sengaja Tatiana melihat Abelard sedang memperhatikannya, Tatiana cukup profesional, Abelard tidak mengenalinya sebagai Tatiana impiannya di masalalu. Dalam sesi wawancara pun tidak ada ditanyakan soal kehidupan pribadi Abelard di luar bisnisnya, semua berjalan sesuai permintaan Abelard sebelumnya.

‘Sekarang Abe itu seorang pria hebat dia Enggar Bagas seorang pebisnis handal dan sukses, sedangkan aku … aku hanya satu dari impian kecil di masa lalunya, Huuufftth” Batin Tatiana.

*****

You look in my eyes
And I get emotional inside
I know it’s crazy
But you still can touch my heart

And after all this time
You’d think that I
I wouldn’t feel the same
But time melts into nothing
And nothing’s changed

I still believe
Someday you and me
Will find ourselves in love again

I had a dream
Someday you and me
Will find ourselves in love again
Each day of my life

I’m filled with all the joy I could find

You know that I
I’m not the desperate type
If there’s one spark of hope
Left in my grasp
I’ll hold it with both hands
It’s worth the risk of burning
To have a second chance

No, no, no, no, no, no
I need you baby
I still believe that we can be together
If we believe that true love never has to end
Then we must know that we will love again

Suara Mariah Carey berulang kali mengalun di pendengaran Tatiana.

Rindu !! Rasa itu kembali menyiksa setiap malamnya.
Seperti malam ini sedikit pun kantuk tak kunjung menyapanya, Tatiana terus mondar mandir di dalam kamarnya. Kadang rebahan di tempat tidur, sesekali duduk membuka laptop, bermain – main dengan update status teman – temannya di media sosial.
Mengecek email, melihat layar handphonenya berharap ada pesan yang masuk.

Pesan yang sangat ingin dia baca, dia dengar, tapi itu hanyalah sia – sia belaka.

Lelah, Tatiana merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mengalihkan pandangannya ke atas meja rias, meraih dan mendekap foto usang itu di dadanya, foto terakhir dia dan Abelard di empatbelas taun yang lalu.

*****

Sebulan sudah berlalu sejak hari itu, hasil tulisan Tatiana tentang kesuksesan bisnis Abelard pun sudah naik cetak di majalah FOXUS.

Selanjutnya Abelard pun menuai banyak sukses, undangan di beberapa stasiun televisi yang memintanya tampil dalam acara – acara talkshow bisnis setiap harinya datang bergantian. Enggar Bagas Abelard tampil semakin bersinar dan terkenal berbagi kiat – kiat suksesnya sebagai pebisnis handal, pengusaha yang sukses di bisnis clothing distro.

“Tuhan, bantu saya untuk kuat, bantu saya menghadapi ketentuan rencanamu yang sekarang, saya sudah merelakan semua yang pernah terjadi dulu, seandainya Abe tetap tidak bisa mengingat apapun tentang kami, saya ikhlas Tuhan, cukup jaga Abe saja dalam sehat dan bahagia, seperti saat ini” Lirih Tatiana melantunkan Doa pagi itu, saat melihat Abelard tampil di sebuah acara talkshow di televisi.

Abelard. Abeku sayang.

“Biarpun sekarang aku hanya bisa memelukmu melalui tabloid, majalah dan bingkai foto, tapi aku senang Abe’ Tatiana berkata sendiri, matanya lekat menatap pigura besar di depannya, foto Abelard yang sengaja dia pajang di ruang tengah rumahnya.

“Tidak apa – apa kamu tidak mengenaliku, aku sudah senang bisa melihatmu kembali, itu sudah lebih dari cukup, baik – baik jaga kesehatan ya Abe’ mengusap perlahan bingkai pigura itu, Tatiana berdiri mematung dan tersenyum

“Bagaimana dengan ini, tidak inginkah kamu memelukku seperti dulu, TA-TIA-NA” suara bariton Abelard yang tiba – tiba sudah berdiri di belakang Tatiana, membuat Tatiana tersentak kaget dan refleks membalikkan badan.

“Abe !!” Tatiana memekik terkesiap kaget melihat Abelard yang sudah berdiri dihadapannya, melebarkan kedua tangannya.

“Ini aku, Abelard … Abemu yang dulu Tatiana” erat Abelard memeluk Tatiana yang masih kaget dan gugup.

“Kuta Bali, Legian, senja di Tanah Lot dan kamu sayang, aku merindukan kalian”

*****

Menatap tajam mencoba menelaah benarkah Abelard sudah mengingat semuanya. Pertanyaan itu berkecamuk di dalam kepala Tatiana tapi bibirnya tetap membisu.

Kedua ujung bibir Tatiana terlihat tertarik ke bawah sementara kelima jemari menutupi bibirnya yang tergetar, Tatiana berusaha menahan luapan air mata yang mulai berlinangan berlomba keluar membasahi pipinya.

Abelard memeluk Tatiana erat dalam kerinduan yang hangat, sehangat matahari pagi yang menyeruak masuk di antara tirai – tirai rindu yang sudah lebih dulu bernyanyi.

Suara Tatiana memang tidak bisa kembali seperti dulu, suaranya hanya tersekat sebatas tenggorokan, berbisik pelan Tatiana hanya sanggup berucap …

“Terima kasih Tuhan, Abelard suara hatiku sudah kembali”

*

Bandung 2014

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here